Thursday, October 31, 2013

UJI KELARUTAN SENYAWA ORGANIK

UJI KELARUTAN SENYAWA ORGANIK

Hari/Tanggal   : Senin, 21 Oktober 2013

I.      Tujuan
Menentukan sifat senyawa dengan menguji kelarutannya

II.   Dasar Teori
Kelarutan menyatakan secara kualitatif jumlah maksimal zat yang dapat terlarut dalam sejumlah zat terlarut atau larutan. Dengan tes kelarutan, suatu senyawa dapat ditentukan apakah suatu senyawa yang sedang diuji adalah basa kuat (amina), asam lemah (fenol), asam kuat (asam karboksilat), atau suatu zat netral (aldehid, keton, alkohol, ester, eter). Pelarut yang digunakan dalam uji kelarutan senyawa organik adalah HCl 5%, NaOH 5%, NaHCO3 5%, H2SO4 pekat, air, dan pelarut-pelarut organik. Senyawa organik adalah golongan besar senyawa kimia yang molekulnya mengandung karbon,kecuali karbida, karbonat, dan oksida karbon. Studi mengenai senyawaan organik disebut kimia organik. Dari dolongan besar itu senyawa organik dapat diklasifikasikan  dalam keluarga (families) dan kelas (class) yang berbeda. Senyawa organik dibagi kedalam Sembilan kelas yang berbeda, digolongkan menurut sifat masing-masing dalam senyawa tersebut. Secara kuantitatif untuk menyatakan komposisi atau kelas dari larutan digunakan uji kelarutan terhadap senyawa tersebut.
Kelarutan suatu zat (solute) dalam solven tertentu digambarkan sebagai like dissolves like senyawa atau zat yang strukturnya menyerupai akan saling melarutkan, yang penjabarannya didasarkan atas polaritas antara solven dan solute yang dinyatakan dengan tetapan dielektrikum, atau momen dipole, ikatan hydrogen, ikatan van der waals (London) atau ikatan elektrostatik yang lain. Kelarutan sebagian besar disebabkan oleh polaritas dari pelarut, yaitu dari momen dipolnya. Namun Hildebrand membukti bahwa pertimbangan tentang dipol momen saja tidak cukup untuk menerangkan kelarutan zat polar dalam air. Kemampuan zat terlarut membentuk ikatan hidrogen lebih merupakan faktor yang jauh lebih berpengaruh dibandingkan dengan polaritas. Air melarutkan fenol, alkohol, aldehida, keton, dll yang mengandung oksigen dan nitrogen yang dapat membentuk ikatan hidrogen dalam air. Pelarut non polar tidak dapat mengurangi gaya tarik-menarik antara ion-ion elektrolit kuat dan lemah, karena tetapan dielektrik pelarut yang rendah. Pelarut juga tidak dapat memecahkan ikatan kovalen dan elektrolit yang berionisasi lemah karena pelarut non polar termasuk dalam golongan pelarut aprotik dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen dengan non elektrolit. Oleh karena itu zat terlarut ionik dan polar tidak larut atau hanya dapat larut sedikit dalam pelarut nonpolar. Maka, minyak dan lemak larut dalam benzen, tetrakloroda dan minyak mineral. Alkaloida basa dan asam lemak larut dalam pelarut nonpolar

III. Alat dan Bahan
a.    Alat
1.   Tabung reaksi
2.   Rak tabung
3.   Pipet tetes
4.   Kertas Lakmus
5.   Gelas Ukur

b.    Bahan
1.        n-heksan
2.        Formaldehid
3.        Aseton
4.        Asam asetat
5.        Dietil eter
6.        Toluen
7.        Fenol
8.        Trietil amina
9.        Isopropil
10.    Aquades
11.    NaOH 5%
12.    HCl 5%
13.    NaHCO3 5%
14.    H2SO4 pekat

IV. Prosedur Kerja


V.   Data Pengamatan



VI. Pembahasan
Pada percobaan ini, dilakukan percobaan untuk mengetahui sifat dari suatu senyawa organik, baik asam, basa, netral, atau inert. Sampel yang diidentifikasi adalah n-heksan, formaldehid, aseton, asam asetat, dietil eter, toluen, fenol, trietil amina, dan isopropil. Untuk menguji kelarutan dan sifat dari senyawa-senyawa organik tersebut, dilakukan pengujian dengan beberapa tahap.
Percobaan diawali dengan menambahkan beberapa tetes air/aquades ke dalam tabung reaksi berisi bahan organik yang akan diuji kelarutan dan sifat senyawanya. Jika senyawa tersebut larut dalam air, maka senyawa tersebut tergolong senyawa polar, kemudian diuji sifat asam, basa atau netral dengan menggunakan kertas lakmus merah atau biru. Larutan yang mengubah warna lakmus biru menjadi merah, senyawa tersebut termasuk asam karboksilat, sedangkan jika warna lakmus merah berubah menjadi biru, maka senyawa tersebut tergolong basa, dan jika tidak merubah warna kertas lakmus maka senyawa tersebut tergolong senyawa netral. Kemudian jika senyawa organik tersebut tidak larut dalam air, maka diuji dengan menambahkan larutan NaOH ke dalam tabung reaksi berisi bahan tersebut, jika senyawa itu larut langkah selanjutnya adalah menguji sifat dari senyawa tersebut dengan menambahkan NaHCO3 , jika senyawa tersebut larut dalam NaHCO3 maka senyawa tersebut bersifat asam, tetapi jika tidak maka senyawa tersebut bersifat basa lemah.
Ketika ditambahkan NaOH, senyawa organik itu tidak larut, kemudian diuji kembali dengan menambahkan larutan HCl, jika senyawa tersebut larut dalam HCl, maka senyawa tersebut bersifat basa, sedangkan jika tidak larut maka diuji dengan menambahkan larutan H2SO4 pekat. Bila senyawa itu larut, maka tergolong ke dalam senyawa netral (alkohol, alkena, atau keton) tetapi jika tetap tidak larut, maka senyawa itu termasuk senyawa yang inert. Senyawa inert merupakan senyawa yang tidak dapat larut dengan bahan kimia lain, senyawa ini juga sulit untuk bereaksi. Pada percobaan yang termasuk ke dalam senyawa inert adalah n-heksan dan toluen. N-heksan tergolong dalam senyawa hidrokarbon, senyawa heksana dan isomernya sangat tidak reaktif dan biasa digunakan sebagai pelarut organik yang inert. Toluen merupakan senyawa inert aromatik. Berdasarkan teori, toluen termasuk dalam senyawa non polar, yang dapat diketahui dari konstanta dielektrik toluen yang kecil, yaitu 2,4.
Asam organik adalah senyawa organik yang mempunyai derajat keasaman. Asam organik yang paling umum adalah asam alkanoat yang memiliki derajat keasaman dengan gugus karboksil -COOH, dan asam sulfonat dengan gugus -SO2OH mempunyai derajat keasaman yang relatif lebih kuat. Stabilitas pada gugus asam sangat penting dan menentukan derajat keasaman sebuah senyawa organik. Dalam percobaan ini senyawa yang tergolong asam organik adalah formaldehid, asam asetat, dan dietil eter. Formaldehida (juga disebut metanal) merupakan senyawa aldehida dengan rantai karbon tunggal, larutan ini bersifat asam dan tersedia dalam bentuk formaldehid 40% atau formalin. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Dietil eter tergolong senyawa eter, Eter bersifat sedikit polar karena sudut ikat C-O-C eter adalah 110 derajat, sehingga dipol C-O tidak dapat meniadakan satu sama lainnya. Basa organik tergolong dalam senyawa amina, dalam percobaan yang tergolong basa organik adalah trietil amina, dan juga isopropil yang termasuk basa lemah golongan alkohol. Senyawa netral dalam percobaan ini adalah fenol dan aseton. Senyawa netral memiliki arti bahwa senyawa ini tidak memiliki muatan.

VII.   Kesimpulan
Berdasarkan percobaan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Senyawa organik yang bersifat asam formaldehid, asam asetat, dan dietil eter
2. Senyawa organik yang bersifat basa adalah trietil amina dan isopropil
3. senyawa organik yang bersifat netral adalah fenol dan aseton
4. senyawa organik yang tergolong inert adalah n-heksan dan toluen

DAFTAR PUSTAKA

Thursday, October 17, 2013

PEMBUATAN FRUITANOL

PEMBUATAN BIOETANOL DARI BUAH PEPAYA (carica papaya l)

I.      Tujuan
Membuat fruitanol dari fermentasi buah-buahan

II.   DASAR TEORI
Bahan bakar minyak merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan. Bahan bakar yang digunakan selama ini berasal dari minyak mentah yang diambil dari dalam bumi, sedangkan minyak bumi merupakan bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui. Sehingga untuk beberapa tahun ke depan diperkirakan masyarakat akan mengalami kekurangan bahan bakar. Keadaan ini tidak dapat lagi dipertahankan pada dasawarsa Sembilan puluhan. Bahkan pada abad 21 sekarang ini Indonesia diperkirakan akan menjadi net importer bahan bakar fosil (Kartasamita, 1992).
Melihat hal ini, sudah saatnya untuk mengembangkan berbagai energi alternatif yang dapat diperbaharui. Sudah saatnya ketergantungan kebutuhan energi fosil yang non-renewable digantikan dengan energi yang renewable, walaupun hal ini memerlukan revolusi terbalik dari sistem industri energi sekarang. Berbagai macam pendekatan proses dapat digunakan baik secara fisik kimiawi dan biologis. Salah satu pendekatan adalah menggunakan aplikasi bioteknologi yang dapat menggabungkan aspek fisik dan kimiawi menggunakan agen biologi.
Kebutuhan energi dari bahan bakar minyak bumi (BBM) di berbagai negara di dunia dalam tahun terakhir ini mengalami peningkatan tajam. Tidak hanya pada negara - negara maju, tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia. Untuk mengantisipasi terjadinya krisis bahan bakar minyak bumi (BBM) pada masa yang akan datang. Saat ini telah dikembangkan pemanfaatan etanol sebagai sumber energi terbarukan, contohnya untuk pembuatan bioetanol dan gasohol.
Baru-baru ini pemerintah telah melaksanakan program kebijakannya yaitu Konversi minyak tanah ke gas. Hal ini menandai bahwa energi fosil sudah tidak layak lagi digunakan dimasa depan karena jumlahnya yang semakin sedikit dan dampaknya yang tidak ramah lingkungan. Gas buang yang ditimbulkan pada mesin-mesin kendaraan mengakibatkan terjadinya lubang pada lapisan ozon sehingga menyebabkan terjadinya pemanasan global. Kemudian masyarakat mulai beralih mencari energi alternatif yang murah dan ramah lingkungan sebagai pengganti energi fosil. Pada tahun 2007 mulai gencar-gencarnya penelitian tentang Bioethanol sebagai energi alternatif masa depan. Bioetanol diharapkan mampu menggantikan fungsi bahan bakar yang selama ini didominasi oleh bahan bakar fosil.
Bioetanol adalah sebuah bahan bakar alternatif yang diolah dari tumbuhan (biomassa) dengan cara fermentasi, dimana memiliki keunggulan mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18 %. Di Indonesia, bioetanol sangat potensial untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya merupakan jenis tanaman yang banyak tumbuh di negara ini dan sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol adalah tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti: tebu, nira, sorgum, ubi kayu, garut, ubi jalar, sagu, jagung, jerami, bonggol jagung, dan kayu. Namun permasalahan yang sering timbul pada pembuatan Bioetanol adalah sedikitnya bioetanol yang dihasilkan mengakibatkan biaya produksi membengkak. Hal ini disebabkan oleh proses fermentasi yang kurang optimal.
Indonesia adalah Negara kepulauan, dimana banyak ditumbuhi pohon papaya yang buahnya tidak dimanfaatkan secara maksimal. Biasanya buah papaya hanya digunakan sebagay buah meja, namun jika sudah terlalu matang biasanya langsung dibuang dan tidak berguna lagi. Hal tersebut melatarbelakangi dilakukannya penelitian tentang Pemanfaatan Buah Pepaya (carica papaya l.) Sebagai Bahan Baku Bioetanol dengan Proses Fermentasi oleh Saccaromyces Cereviceae.

III.  Alat dan Bahan
a.       Alat
1. Blender
2. Destilator sederhana
3. Botol
4. Kain saring
5. Baskom
b.    Bahan
1.    Pepaya
2.    Ragi roti 

IV. PROSEDUR KERJA
1.    Buah direbus dan dihancurkan terlebih dahulu dengan menggunakan blender
2.    Dimasukkan ragi ke pepaya yang sudah dihancurkan dan diaduk sampai merata.
3.    Fermentasi pepaya didiamkan selama 72 jam atau 3 hari, sampai tidak muncul buihnya lagi.
4.    Fermentasi pepaya diperas dan diambil airnya.
5.    Air perasan ini kemudian didistilasi untuk mendapatkan ethanol

V.   Data Pengamatan
Volume air tape = 200 mL
Volume destilat = 1 mL

VI. Pembahasan
Etanol dapat dihasilkan dari fermentasi bahan berkarbohidrat yang memiliki kadar gula yang tinggi. Dalam percobaan ini digunakan buah pepaya segar yang difermentasi untuk menghasilkan etanol. Buah pepaya yang matang dipilih karena memiliki kandungan glukosa yang sangat besar. Buah pepaya yang akan digunakan mula-mula dibersihkan kemudian direbus atau dipanaskan sebentar saja untuk menghilangkan bakteri yang mungkin terdapat dalam buah. Kemudian buah yang sudah direbus dihancurkan menggunakan blender dan dimasukkan dalam wadah yang bersih. Kemudian ditambahkan ragi dengan persentase 5% dari berat pepaya yang akan difermentasi. Selanjutnya buah pepaya didiamkan dan dilakukan fermentasi selama 3 hari. Selama proses fermentasi, glukosa yang terkandung dalam buah akan terhidrolisis dengan bantuan ragi menjadi etanol dan karbondioksida.
C6H12O6  2 C2H5OH + 2 CO2
Mikroba (ragi) akan memproduksi enzim selulose untuk mengubah gula pada substrat menjadi alkohol pada kondisi aerob.
Setelah dilakukan proses fermentasi, kemudian buah pepaya diperas untuk mendapatkan airnya dan dilakukan proses destilasi menggunakan alat destilasi sederhana. Dari percobaan sari buah yang didapatkan adalah 200 mL. Proses destilasi dilakukan untuk memperoleh etanol yang murni. Dari proses destilasi 200 mL sampel, hanya dihasilkan etanol sebanyak 1 mL. Hal ini mungkin disebabkan karena pada proses fermentasi, tidak digunakan urea. Urea digunakan sebagai nutrisi tambahan bagi pertumbuhan mikroba yang digunakan sehingga fermentasi menjadi lebih optimal, dan etanol yang dihasilkan akan banyak. Lamanya waktu fermentasi juga menjadi penyebab kurangnya alkohol yang dihasilkan, untuk dapat menghasilkan alkohol dalam jumlah yang besar waktu fermentasi yang diperlukan paling tidak selama 4 hari. Hal inilah yang mungkin menyebabkan kurangnya etanol yang dihasilkan.

VII.   Kesimpulan
Berdasarkan percobaan didapatkan etanol yang  dihasilkan dari proses destilasi sari buah pepaya adalah sebanyak 1 mL.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Fermentasi. http://munzbie.wordpress.com/ diakses pada 20 Oktober 2013
Isroi. 2010. Membuat Bioetanol Dari Limbah Buah-Buahan. http://isroi.com/2010/06/14/membuat-bioetanol-dari-limbah-buah-buahan/ diakses pada 16 Oktober 2013

Wednesday, October 9, 2013

PEMBUATAN BIOETANOL DENGAN ALAT DESTILASI SEDERHANA


PEMBUATAN BIOETANOL DARI TAPE KETAN

Hari/Tanggal : Senin, 16 September 2013

I.      Tujuan
     Memproduksi bioetanol dari fermentasi tape dengan alat destilasi sederhana
     Mengetahui kandungan alkohol dalam tape ketan

II.   Dasar Teori
Bioetanol adalah etanol yang dihasilkan dari fermentasi glukosa (gula) yang dilanjutkan dengan proses destilasi. Bioetanol merupakan bahan bakar dari minyak nabati yang memiliki sifat menyerupai minyak premium. Bioetanol tidak saja menjadi alternatif yang sangat menarik untuk substitusi bensin, namun mampu juga menurunkan emisi CO2. Bioetanol bisa didapat dari tanaman seperti tebu, jagung, gandum, singkong, padi, lobak, gandum hitam. Etanol dapat diproduksi secara petrokimia melalui hidrasi etilena ataupun secara biologis melalaui fermentasi gula dengan ragi.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi adalah salah satu bentuk respirasi anaerobik, akan tetapi, terdapat definisi yang lebih jelas yang mendefinisikan fermentasi sebagai respirasi dalam lingkungan anaerobik dengan tanpa akseptor elektron eksternal. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa  contoh  hasil  fermentasi  adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur, dan minuman beralkohol lainnya.
Dalam hal ini, akan dibuat bioetanol yang dihasilkan dari fermentasi tape ketan. Etanol seringkali dijadikan bahan tambahan bensin sehingga menjadi biofuel. Produksi etanol dunia untuk bahan bakar transportasi meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu 7 tahun. Bahan bakar etanol adalah etanol (etil alkohol) dengan jenis yang sama dengan yang ditemukan pada  minuman beralkohol dengan penggunaan sebagai bahan bakar. Etanol merupakan salah satu sumber energi terbaharui karena energi ini didapatkan dari energi matahari. Jika etanol ingin digunakan sebagai bahan bakar, maka sebagian besar kandungan airnya harus dihilangkan dengan cara distilasi. Tingkat kemurnian etanol setelah didistilasi masih sekitar 95-96% (masih ada kandungan airnya 3-4%). Campuran ini dinamakan etanol hidrat dan bisa digunakan sebagai bahan bakar, tapi tidak bisa dicampur sama sekali dengan bensin. Jadi, biasanya kandungan air dalam etanol hidrat dibuang habis terlebih dahulu dengan pengolahan lainnya sehingga baru bisa dicampurkan dengan bensin
Pembuatan bioetanol ini dilakukan dengan cara mendestilasi air tape. Distilasi atau penyulingan merupakan suatu metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau didefinisikan jga sebagai teknik pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan titik didih. Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan dan uap ini kemudian didinginkan kembali ke dalam bentk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan mengua lebih dulu.

III.  Alat dan Bahan
A.   Alat:
1.    Alat destilasi sederhana:
B.      Bahan:
1. Air tape ketan

IV. Cara Kerja
1.    Memeras air tape yang dihasilkan dan menaruhnya ke dalam botol sirup sebanyak ± 200 mL.
2.    Mendestilasi air ketan yang diperoleh hingga menghasilkan uap untuk menjadi alkohol.
3.    Menguji adanya alkohol yang dihasilkan dengan cara membakar alkohol yang diperoleh hingga terlihat adanya api.

V.   Pembahasan
Ketan yang merupakan karbohidrat diubah oleh ragi menjadi alkohol dan air. Dengan adanya alkohol, tape ketan bersifat manis dan agak asam. Tape membutuhkan amilosa, amilum, dan karbohidrat kompleks, derajat keasaman (pH5-6) dan suhu yang tepat dan kadar air. Karena fermentasi pada ketan, beras dibutuhkan kadar air yang cukup untuk ragi agar bisa hidup. Oleh karena itu, beras ketan harus dikukus. Banyaknya ragi yang digunakan disesuaikan dengan jumlah beras ketan. Bila terlalu banyak akan mempercepat proses fermentasi dan menyebabkan rasa tape menjadi pengar, bila terlalu sedikit dapat menyebabkan tape yang terbentuk tidak manis. Fermentasi yang terjadi yaitu perubahan pati menjadi gula, dan oleh ragi gula dirubah menjadi alkohol, sehingga ketan menjadi berair dan manis serta menimbulkan bau alkohol.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan hasil nyata dengan tape ketan yang dihasilkan. Dalam hal ini, alat destilasi uap yang digunaan untuk menentukan kadar alkohol dalam air ketan menggunakan alat destilasi sederhana, dimana dibuat dari kaleng bekas sebagai kondensor dan didesain sedemikian rupa dengan menggunakan prinsip destilator. Botol kaca digunakan sebagai wadah penempatan air tape yang akan didestilasi. Kemudian air tape dituang ke dalam botol sebanyak 200 ml yang sebelumnya air tape yang dihasilkan dari proses pembuatan tape sebanyak 600 ml. Kemudian ditunggu sampai air tetesan keluar dari selang yang berada di dalam alat destilasi.
Air tetesan tersebut berasal dari uap yang berubah menjadi cair dan kemudian mengalir melewati kondensor dan tetesan tersebut menetes yang dialiri kedalam beaker glass untuk menampung air hasil destilat yang ditutup dengan alumunium agar air hasil destilat tidak menguap. Setelah beberapa lama, kemudian alkohol hasil destilat yang dihasilkan sebanyak 5 ml. alkohol diuji dengan uji api.

VI.  Kesimpulan
Destilasi air tape dapat dilakukan dengan menggunakan destilator sederhana dan menghasilkan destilat alkohol sebanyak 5 ml.

DAFTAR PUSTAKA
Astawan, J.K. 1991. Muhr Brem Berm Ketan yang Dibuat Dan Dua Macam Ragi dan Diperam Dalam Beberapa Wadah, Tesis Pasca Sarjana, IPB, Bogor.
Kasmidjo, R.B. 1999. Pembuatan dan Pemanf aatan Ragi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Universitas Gajah Mada.Yogyakarta.
Kuswanto, K.R. 1994. Food Fermentation of Cassava In Indonesia, Application and Conhol of Microorganism In Asia, Proceedings af The International Workrhop On Application and Control of Microorganism In Asia,  Science and Technology   Agency, RIKEN, Japan Intemational Science and Technology Exchange Cenhe.
Purwantari, S.E., Ari, S. dan Ratna.S. 2004. Fementasi I Ganyong (Canna edulis Ker.) untuk Produksi Etanol oleh Aspergillus dan Zymomonas mobilis. J. Bioteknologi 1(2):43-47.
Sulistyawan, R.D.T. 2002. Mufu Tape  Macam Beras Ketan. Fak. Biologi. Univ. Atma Jaya Yogyakarta.

LAMPIRAN

Gambar 1. Alat Destilasi Sederhana